Di era globalisasi ini sering terjadi peristiwa tragis mengenai persilisihan atau pertikaian baik di wilayah lokal atau interlokal sekaligus, bahkan peristiwa yang terjadi seakan-akan dianggap remeh oleh masyarakat sekitarnya. Sebagai contoh, beberapa bulan yang lalu terjadi kontroversi yang menyebabkan seorang bocah tak berdosa manjadi korban dalm pertikaian. Wilayah yang dahulu aman dan tenteram ternoda oleh orang-orang tak bertanggungjawab. Sadarkah kita bahwa sebenarnya negeri ini memiliki potensi yang sangat luar biasa? Semua itu dikembalikan pada masyarakatnya.
Memaknai konsep Solo Menari yang dilaksanakan pada tanggal 29 April 2010 sebagai peringatan Hari Tari Dunia mengandung pengertian bahwa di wilayah Jawa Tengah ini, khususnya wilayah Solo memiliki budaya yang beranekaragam. Bahkan bukan hanya kebudayaan Jawa saja yang dapat kita serap tetapi dalam konsep tersebut mencerminkan kebudayaan yang berBhineka Tunggal Ika. Terlihat bahwa selain pendukung dari masyarakat Solo dan sekitarnya, pada acara ini menghadirkan kesenian dari berbagai kontingen di wilayah
Acara ini terselenggara atas kerjasama Institus Seni
Bagi ISI Surakarta, program ini bisa digunakan sebagai sarana memperkenalkan meteri seni pada masyarakat sekitar. Akan tetapi jika kegiatan ini dialihkan pada pemerintahan
Terkait dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika” acara ini memiliki fungsi yang sangat erat hubungannya terhadap masyarakat sebagai suatu alat pemersatu bangsa. Dapat diinterpretasikan pula bahwa dengan adanya program tahunan yang bersamaan dengan peringatan hari tari yang ditetapkan oleh UNESCO, pada acara Solo Menari ini menampilkan beberapa kebudayaan masyarakat antarpulau di
Berbicara mengenai kritik, tari tidak bisa dianggap remeh dan dipandang sebelah mata sebagai bentuk yang terlihat oleh mata, tetapi hal ini memerlukan analisis-analisis dari berbagai segi atau sudut pandang sesuai denngan bekal kemampuan pribadi yang dimiliki seorang kritikus. Kejelian, ketekunan dan ketajaman analisis akan menentukan argumentasi yang tersirat ataupun tersurat dalam sebuah tulisan. Oleh karena itu pada penulisan kuliah kritik tari ini akan diuraikan tetang salah satu pertunjukan yang menurut pengamatan penulis memiliki keunikan tersendiri.
Berpijak pada kepentingan masyarakat pada umumnya dalam bidang seni yang berfungsi sebagai hiburan, gelar acara pada konsep Solo Menari ini bukan lagi kebutuhan nilai akademis, program yang diluncurkan merupakan upaya pelestarian budaya terutama ditujukan pada masyarakat sekitar sebagai kebutuhan konsumen yang bersifat apresiasi ataupun menghibur. Berbeda dengan kebutuhan akademis, maka program ini akan menjadi momok bagi mereka yang merasa kurang mampu merespon atau menghadapi dan menghayati sumber-sumber target kependidikan akademis yang telah ditempuh. Maksudnya, bahwa seringkali pada tingkat akademis terjadi keterpurukan ataupun mis komunikasi antara pihak yang bersangkutan dengan bingkai dan tatanan kebutuhan tingkat akademis.
Persoalan yang akan disampaikan kali ini akan lebih menngkhusus di satu bidang tari saja salah satunya pada penggunaan tehnik dasar gerak tari. Mengamati pertunjukan yang dilaksanakan pada acara tersebut kami tertarik pada satu pertunjukan yang di bawakan oleh Fakultas Ilmu Pendidikan UNS sebagai kegiatan ekstrakurikuler, yaitu tari Saman. Pada tingkat akademis yang bergelut di bidang seni khususnya seni tari, tehnik gerak menjadi satu titik fokus pengkarakteran pertunjukan tari, tapi jika hal ini diterapkan pada pertunjukan yang bersifat hiburan, maka konsep tersebut kurang begitu menyakinkan jika dari segi kepenarian dituntut dengan tehnik gerak. Meskipun begitu, pada tari saman yang diamati munculnya kesatuan rasa yang diungkapkan oleh kelompoknya sehingga obyek ini menjadi suatu kelabihan tersendiri dari karakteristik pertunjukan meskipun tehnik yang digunakan belum begitu baik. Tidak hanya tarian ini saja yang mengalami permasalahan sama, tetapi tarian lainnya bisa juga berarti demikian. Tari saman yang dipentaskan di Pendopo Isi Surakarta ini, dahulu merupakan tarian yang digunakan sebagai tari upacara dan pada saat sekarang ini berkembang mengikuti kebutuhan konsumen sehingga diangkat sebagai pertunjukan yang berfungsi sebagai hiburan. Tarian ini memiliki ciri gerak tersendiri yaitu gerak rampak. Kerampakan dan kekompakan gerak yang dilakukan seakan-akan menghipnotis para penonton yang hadir pada malam itu. Iringan yang digunakan hanya satu macam tetapi ini sudah mewakili ciri dari budaya daerah asal kemudian disambung dengan lantunan lagu-lagu daerah sebagai pengiringnya.
Sebenarnya banyak sekali hal yang dapat diungkapkan pada penulisan kritik dari segi tekstual, dari pengamatan yang dilakukan terlihat bahwa keunikan-keunikan yang muncul pada pementasan tari Saman ini bukan terletak pada tehnik geraknya tetapi dari kekompakan mereka membawakan sebuah tarian kelompok. Dalam waktu yang singkat mereka bisa memanfaatkan situasi sebagai media pengungkapan ekspresi semaksimal mungkin.