Speed Cash

bisnis online, jual beli online, sistem pembayaran, pembayaran online, bisnis online

Jumat, 04 Juni 2010

Munculnya rasa malas

Penyakit malas merupakan sifat yang sering menyerang manusia kapan saja dan dimana saja. Begitu juga kita, seringkali kebingungan untuk mengatasi gangguan semacam ini. Terkadang resah dan gelisah menjadi faktor utama yang mendorong munculnya rasa malas, tapi bukan berarti semua itu tak dapat kita hindari. Oleh karena itu kita perlu mengantisipasi waktu luang kita dengan mencari kesibukan sesuai dengan kemampuan dan kesenangan kita. Maksudnya adalah jika kita memiliki suatu kesibukan/ rutinitas dalam bidang apapun,,,baik itu praktek ataupun teori kita memiliki hak untuk memilih aktifitas apa yang cocok dan sesuai dengan kondisi jiwa pribadi.
Terkadang terlalu banyak aktifitas menyebabkan kita bosan dan malas. Itulah saat yang tepat untuk meluangkan waktu kita, mencari sesuatu yang baru agar pikiran kita menjadi lebih fresh,,,
Beberapa hal yang kemungkinan untuk memotivasi diri antara lain sebagai berikut :
1. Hilangkan kebiasaan buruk untuk melakukan hal yang kurang menguntungkan.
2. Percayakan pada seorang teman anda agar selalu mengingatkan dan memberikan motifasi
3. Belajarlah menggunakan waktu se-efisien mungkin supaya apa yang kita harapkan tidak terbuang sia-sia
Masih banyak beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menghilangkan kepenatan dan rasa malas lainnya sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Senin, 10 Mei 2010

Mencarai Identitas Bangsa Melalui “Solo Menari”

Di era globalisasi ini sering terjadi peristiwa tragis mengenai persilisihan atau pertikaian baik di wilayah lokal atau interlokal sekaligus, bahkan peristiwa yang terjadi seakan-akan dianggap remeh oleh masyarakat sekitarnya. Sebagai contoh, beberapa bulan yang lalu terjadi kontroversi yang menyebabkan seorang bocah tak berdosa manjadi korban dalm pertikaian. Wilayah yang dahulu aman dan tenteram ternoda oleh orang-orang tak bertanggungjawab. Sadarkah kita bahwa sebenarnya negeri ini memiliki potensi yang sangat luar biasa? Semua itu dikembalikan pada masyarakatnya.

Memaknai konsep Solo Menari yang dilaksanakan pada tanggal 29 April 2010 sebagai peringatan Hari Tari Dunia mengandung pengertian bahwa di wilayah Jawa Tengah ini, khususnya wilayah Solo memiliki budaya yang beranekaragam. Bahkan bukan hanya kebudayaan Jawa saja yang dapat kita serap tetapi dalam konsep tersebut mencerminkan kebudayaan yang berBhineka Tunggal Ika. Terlihat bahwa selain pendukung dari masyarakat Solo dan sekitarnya, pada acara ini menghadirkan kesenian dari berbagai kontingen di wilayah Indonesia. Acara ni dilaksanakan selama 24 jam, dimulai dari pukul 06.00 WIB dini hari dan berakhir pukul 06.00 WIB esok harinya. Para pendukung HTD ini berbondong-bondong secara bergantian mempersiapkan pertunjukan dari masing-masing kontingen. Berpuluh-puluh pertunjukan telah dipentaskan pada acara ini, tempat pertunjukannya meliputi beberapa kompleks di wilayah Solo yaitu mulai dari rute Halaman Solo Square, berlanjut ke Taman Sriwedari – Halaman Ngarsopura – jalan Slamet Riyadi dan terakhir di kompleks Institu Seni Indonesia Surakarta.

Acara ini terselenggara atas kerjasama Institus Seni Indonesia dan Pemerintah Kota Surakarta. Dari kerjasama ini akan memunculkan dampak yang bersifat positif bagi masyarakatnya. Terbukti bahwa dibandingkan dengan pelaksanaan HTD pada Tahun lalu, jumlah pengunjung yang hadir pada tahun ini mengalami persentase kenaikan sekitar 50 % lebih. Tak peduli mereka tua,muda, bahkan anak-anak sekalipun optimis menyemarakkan pertunjukan di berbagai kompleks tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi meningkatnya persentase pengunjung diantaranya adalah sebagai berikut : pertama,persiapan dalam jangka waktu yang panjang akanmembuahkan hasil lebih maksimal jika dibandingkan persiapan waktu yang singkat; kedua, program HTD ini lebih diprioritaskan bagi kontingen dari luar daerah Solo sehingga masyarakat senang dan tertarik serta memunculkan rasa keiingintahuan terhadap budaya masyarakat di seluruh Indonesia.

Bagi ISI Surakarta, program ini bisa digunakan sebagai sarana memperkenalkan meteri seni pada masyarakat sekitar. Akan tetapi jika kegiatan ini dialihkan pada pemerintahan kota Surakarta, khawatirnya akan memunculkan dampak negatif bagi ISI Surakarta jika pelaksanaan HTD ini dilaksanakan di luar komplek ISI itu sendiri.

Terkait dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika” acara ini memiliki fungsi yang sangat erat hubungannya terhadap masyarakat sebagai suatu alat pemersatu bangsa. Dapat diinterpretasikan pula bahwa dengan adanya program tahunan yang bersamaan dengan peringatan hari tari yang ditetapkan oleh UNESCO, pada acara Solo Menari ini menampilkan beberapa kebudayaan masyarakat antarpulau di Indonesia yang berbeda-beda ini secara tidak langsung akan mempererat komunikasi dan tali silaturahmi antar pulau satu dan pulau lainnya. Hal ini akan menjadikan satu kesatuan masyarakat Indonesia terutaa di bidang seni Tari melalui HDT. Bukan hanya itu saja, tetapi masih banyak lagi hal yang dipetik dari segi kontekstual yang mungklin berada luar batas kemampuan pengamatan pribadi.

Berbicara mengenai kritik, tari tidak bisa dianggap remeh dan dipandang sebelah mata sebagai bentuk yang terlihat oleh mata, tetapi hal ini memerlukan analisis-analisis dari berbagai segi atau sudut pandang sesuai denngan bekal kemampuan pribadi yang dimiliki seorang kritikus. Kejelian, ketekunan dan ketajaman analisis akan menentukan argumentasi yang tersirat ataupun tersurat dalam sebuah tulisan. Oleh karena itu pada penulisan kuliah kritik tari ini akan diuraikan tetang salah satu pertunjukan yang menurut pengamatan penulis memiliki keunikan tersendiri.

Berpijak pada kepentingan masyarakat pada umumnya dalam bidang seni yang berfungsi sebagai hiburan, gelar acara pada konsep Solo Menari ini bukan lagi kebutuhan nilai akademis, program yang diluncurkan merupakan upaya pelestarian budaya terutama ditujukan pada masyarakat sekitar sebagai kebutuhan konsumen yang bersifat apresiasi ataupun menghibur. Berbeda dengan kebutuhan akademis, maka program ini akan menjadi momok bagi mereka yang merasa kurang mampu merespon atau menghadapi dan menghayati sumber-sumber target kependidikan akademis yang telah ditempuh. Maksudnya, bahwa seringkali pada tingkat akademis terjadi keterpurukan ataupun mis komunikasi antara pihak yang bersangkutan dengan bingkai dan tatanan kebutuhan tingkat akademis.

Persoalan yang akan disampaikan kali ini akan lebih menngkhusus di satu bidang tari saja salah satunya pada penggunaan tehnik dasar gerak tari. Mengamati pertunjukan yang dilaksanakan pada acara tersebut kami tertarik pada satu pertunjukan yang di bawakan oleh Fakultas Ilmu Pendidikan UNS sebagai kegiatan ekstrakurikuler, yaitu tari Saman. Pada tingkat akademis yang bergelut di bidang seni khususnya seni tari, tehnik gerak menjadi satu titik fokus pengkarakteran pertunjukan tari, tapi jika hal ini diterapkan pada pertunjukan yang bersifat hiburan, maka konsep tersebut kurang begitu menyakinkan jika dari segi kepenarian dituntut dengan tehnik gerak. Meskipun begitu, pada tari saman yang diamati munculnya kesatuan rasa yang diungkapkan oleh kelompoknya sehingga obyek ini menjadi suatu kelabihan tersendiri dari karakteristik pertunjukan meskipun tehnik yang digunakan belum begitu baik. Tidak hanya tarian ini saja yang mengalami permasalahan sama, tetapi tarian lainnya bisa juga berarti demikian. Tari saman yang dipentaskan di Pendopo Isi Surakarta ini, dahulu merupakan tarian yang digunakan sebagai tari upacara dan pada saat sekarang ini berkembang mengikuti kebutuhan konsumen sehingga diangkat sebagai pertunjukan yang berfungsi sebagai hiburan. Tarian ini memiliki ciri gerak tersendiri yaitu gerak rampak. Kerampakan dan kekompakan gerak yang dilakukan seakan-akan menghipnotis para penonton yang hadir pada malam itu. Iringan yang digunakan hanya satu macam tetapi ini sudah mewakili ciri dari budaya daerah asal kemudian disambung dengan lantunan lagu-lagu daerah sebagai pengiringnya.

Sebenarnya banyak sekali hal yang dapat diungkapkan pada penulisan kritik dari segi tekstual, dari pengamatan yang dilakukan terlihat bahwa keunikan-keunikan yang muncul pada pementasan tari Saman ini bukan terletak pada tehnik geraknya tetapi dari kekompakan mereka membawakan sebuah tarian kelompok. Dalam waktu yang singkat mereka bisa memanfaatkan situasi sebagai media pengungkapan ekspresi semaksimal mungkin.

Kamis, 08 April 2010

Tiban

Mendengar kata "Tiban", muncul dibenak kita bahwa nama tersebut memiliki makna yang sangat luas. Artinya bahwa tiban bukan hanya sekedar upacara ritual, namun juga memiliki arti pada bidang lainnya yang muncul di berbagai wilayah tertentu, yang dibalik kata tersebut memiliki maksud dan tujuan tertentu.Pada penulisan ini kami mencoba untuk menyampaikan sebagian dari informasi yang telah didapatkan selama proses belajar penulisan karya ilmiah di ISI Surakarta, salah satunya adalah kesenian Tiban . Sebenarnya kesenian ini telah berkembang di beberapa wilayah Jawa Timur seperti Kediri, Tulungagung Trenggalek dan beberapa daerah lain yang memiliki potensi budaya terhadap kesenian Tiban. Akan tetapi pada kesempatan kali ini akan diuraikan sedikit mengenai kesenian Tiban yang berada di wilayah Trenggalek ditinjau dari segi ritual dan segi pertunjukannya.
Pada dasarnya Tiban merupakan suatu bentuk upacara ritual yang digunakan untuk meminta hujan. Sampai saat ini kesenian tiban masih tetap eksis di beberapa wilayah Trenggalek, tertutama di wilayah pedesaan. Awal kemunculan tiban ini menandakan adanya suatu interaksi antara manusia dengan alam pikiran mistis. Maksudnya bahwa dibalik pelaksanaan kesenian ini mengandung makna filosofis tertentu terhadap kekuatan gaib sehingga memunculkan adanya kekuatan
supranatural yang berasal dari luar diri manusia. Kekuatan tersebut muncul karena pengaruh dari beberapa sarana dan prasarana ritual yang dilantunkan melalui do'a atau mantra tertentu. Kesenian ini disebut sebagai ritual karena memiliki beberapa ciri seperti yang diungkapkan oleh R.M Soedarsono, secara garis besar ada enam ciri yaitu pemainnya dipilih orang yang dianggap suci atau membersihkan diri secara spiritual, pertunjuknya dipilih tempat yang dianggap sakral, waktu pertunjukan dipilih waktu yang dianggap sakral, menggunakan sesaji sebagai perlengkapan dan tujuan ritual lebih diutamakan dari pada sebagai tontonan. Adapun perlengkapan sesaji yang digunakan adalah sebagai berikut : nasi tumpeng beserta lauknya berupa ayam ingkung, mentimun,kuluban, mie goreng tahu, tempe goreng, telur rebus, beserta jajan pasar dan pisang, terdapat juga kemenyan yang dibakar sebagai sarana perantara antara manusia dan dunia gaib lainnya. Hal tersebut dilakukan masyarakat Trenggalek karena kehadiran nasi tupeng beserta isinya memiliki makna bahwa umat manusia di dunia ini akan selalu kembali kepada Yang Maha Kuasa yang menciptakan langit dan bumi beserta isinya. Menurut masyarakat setempat pertunjukan tiban ini mayoritas diperankan oleh anak laki-laki yang umurnya tidak kurang dari 15 tahun. Ini dilakukan supaya dalam proses pelaksanaan persiapan ritual (tirakatan) tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Terdapat pula semacam larangan atau aturan tertentu ketika pertunjukan ini berlangsung, diantaranya adalah :
  1. permainan harus dilakukan satu lawan satu dengan umur yang sejajar, dantidak boleh lebih tua atau lebih muda.
  2. daerah yang boleh dicambuk hanya bagian leher sampai batas tali pusar.
  3. pembuatan properti yaitu cambuk (terbuat 10-15 dari lidi aren yang masih segar) hanya boleh dilakukan ketika pertunjukan akan berlangsung dan tempatnya sesuai dengan tempat ritual yang ditentukan serta menggunakan mantra-mantra tertentu juga.
  4. pelaksanaan ritual dibatasi antara pukul 12.00-17.00 WIB
Dari segi pertunjukan kesenian ini memiliki unsur yang selayaknya sebuah pertunjukan/tontonan, salah satunya adalah gerak. Sebagai media ungkap seni pertunjukan, gerak berdampingan dengan suara merupakan cara yang digunakan untuk mengutarakan berbagai perasaan dan pikiran yang paling awal dikenali oleh manusia. Terkait dengan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya gerak yang muncul dalam pertunjukan tiban ini merupakan suatu bentuk ekspresif manusia melalui alam pikiran mistis sesuai dengan kepercayaan dan latar belakang budaya masyarakat setempat. Artinya bahwa setiap gerak-gerik yang muncul pada saat itu memiliki suatu keterkaitan yang sangat erat hubungannya akan suatu maksud dan tujuan tertentu.
Adapun unsur lain yang mendukung pertunjukan tiban ini adalah iringan (musik tari) baik itu eksternal atau pun internal, dan rias busana. Sesuai konsep dasar pertunjukan ritual yang telah diutarakan, iringan yang digunakan pun sangatlah sederhana yaitu sebagai media utamanya adalah kentongan dan kendang. Ini menunjukkan bahwa identitas budaya dari masyarakat tersebut masih kental dengan budaya tradisi setempat yang berangkat dari sitem kebudayaan agraris.
Masih banyak hal lain yang belum disampaikan dalam penulisan ini, oleh karena itu kami mengharapkan saran, kritik, ataupun komentar dari rekan-rekan sebagai evaluasi yang akan datang dalam penulisan. Maturnuwun.